“keluarrrrr…” wow… nadanya berapi-api dan benar-benar membunuh. Rasa maluku sudah tak terbendung lagi, anak-anak yang lain hanya bisa menebarkan tawa dan wajah cengir mereka, namun itu bukan masalah bagiku, bagaimana denga Nadhine? Apa tanyaku tentang siapa yang akan mendampingi ku nantinya masih bisa terjawab,
Sudah sejak setengah jam tadi kebosananku berontak dan bergejolak didalam ruang sendu ini, dari setiap hentakan nada tegasnya yang ia lakukan berulang-ulang kurasakan seperti lelucon pria tua bangka dengan tanduk tajam berwarna merah untuk menakut-nakuti kami semua. Ditambah dengan sepasang mata tajam yang bersinar dan bergerak dengan cepat seperti serigala ditengah bulan purnama yang siap memangsa siapa saja. Huh… aku yang dengan sengaja berlabuh dibangku kelas sudut paling belakang juga tak bisa merasa aman karena ulah dosen gila yang satu ini. Namun sosok seram yang diselimuti kumis tipis menukik keatas ini tampak seperti seorang lajang genit jika berhadapan dengan mahasiswi–mahasiswi cantik dan sexy yang menghabiskan puluhan jam didepan kaca sebelum berangkat kekampus. Mengapa tidak, baru saja senyum sumingrahnya seperti seorang yang tidak berdosa mempersilahkan Shasha untuk masuk dan mengikuti pelajaran walaupun ia sudah terlambat setengah jam. Dasar makhluk berponi botak yang tidak menjujunjung keadilan tukasku dalam hati. Andai saja yang terlambat tadi seorang adam, pasti wajah cengir dengan olokkan nya menjadi sarapan pagi orang itu.
Sejak tadi senandungnya yang tak bernada selalu terdengar, dengan lantang ia menyuarakan setiap pelajaran tanpa bosan, disertai semangat perubahan dan menjunjung keamajuan, kecuali kami semua dengan topeng-topeng serius yang terlihat membanggakannya dan mendengar dengan seksama walau khayal terbang entah kemana. Sampai ini bisa terbukti saat kebiasaannya yang dengan spontan mengarahkan ujung telunjuknya kearah satu diantara kami untuk menjawab pertanyaan darinya. Raut wajah mahasiswa yang tadi telihat serius dapat berubah dengan sejenak menjadi keledai karena tak dapat menjawab pertanyaan tersebut. Hal ini yang tentunya memaksaku untuk menggunakan ilmu menghilang dibalik tubuh teman-teman jika tangannya bergerak dengan telunjuk maut andalan untuk bertanya kepada kami. Dan tak jarang ilmu tersebut dapat berguna dengan baik karena matanya sudah sedikit rabun.
Lalu saat ini merupakan hari yang buruk pastinya, mengapa demikian, Aku dipersulit oleh rasa kantuk akibat keasikan bermain semalam. Dan tidur saat jam pelajaran adalah musuh terbesarnya. Namun ujung kelopak mataku terasa seperti mengangkat beban ratusan kilo saat ini. Benar-benar sangat menyiksa, gaya dudukku yang sudah tidak menggunakan bokong melainkan punggung adalah posisi yang sedikit membantu. Hanya saja seperti kukatakan tadi, bahwa ini sangat tidak nyaman, karena bahaya kapan saja dapat terjadi. Sampai akhirnya ini benar-benar harus terjadi dan akhirnya, Zzzzz…..ttt…ttt…
Tak lama kemudian bel berbunyi, untung saja aku diselamatkan dengan cepat pikirku, namun sekarang tanpa rasa kantuk aku siap untuk keluar dan bermain. Ini adalah hari yang indah sepertinya, didepan kampus aku melihat Nadhine, Huh… Wajah itu, sekilas menjawab pertanyaan siapa yang akan mendampingiku nantinya, Tatapannya yang berbintang-bintang, dengan senyum tipis yang manis, dan juga ramah tamahnya, merupakan idaman setiap pria dikampusku. Hanya saja ada yang tidak masuk akal dengan dirinya, dibalik semua keindahan yang ia punya ayahnya adalah dosenku yang sangat membosankan tadi. Butuh kerja keras untuk memilikinya pikirku. Tapi itu tak akan membuat semangatku surut, kuberanikan diriku untuk berjalan kearahnya agar aku dapat menebarkan pesonaku yang akan memulai perkenalan kami selanjutnya nanti. Benar saja pikirku, gayaku yang sedikit acuh tidak seperti lelaki lainnya yang berusaha unutuk menyapa Nadhine ternyata menarik pandangannya. Ini saat yang tepat pikirku, sesaat itu juga wajahku kuarahkan padanya sehingga menghasilkan kontak mata dengan kekuatan tegangan listrik yang tinggi dalam tubuhku. Huh… aku menghela nafas sebagai bentuk perlawanan dari perasaan grogi ini. Belum sempat perasaan ini hilang kuberanikan diri untuk memperkenalkan diri dan menjelasakan bahwa aku adalah mahasiswa ayahnya, sepertinya baik pikirku, dan ia menjulurkan tangannya seraya berkata “saya Nadhine”. Tanpa hitungan detik rohku terbang saat menyentuh tangan mulusnya, dan aku melihat banyaknya peri-peri dengan panah cinta disekelilingku membuat bunga-bunga bersemi dengan indahnya. Namun saat terbangku yang semakin lama semakin tinggi, aku dikejutkan dengan sebuah sol sepatu yang mendarat tepat diwajahku, dan tawa serta teriakan ricuh didalam kelas membangunkanku. Sial, semua hanya mimpi… bukan bunga-bunga yang bertebaran saat ini sepertinya. Tapi Wajah masam dari dosenku tersebut seperti karangan bunga yang menghantarkan kematianku. Teriakkannya yang menggetarkan jagad raya ini benar-benar jurus yang paling menakutkan. “keluarrrrr…” wow… nadanya berapi-api dan benar-benar membunh. Rasa maluku sudah tak terbendung lagi, anak-anak yang lain hanya bisa menebarkan tawa dan wajah cengir mereka, namun itu bukan masalah bagiku, yang menjadi persoalan adalah bagaimana denga Nadhine? Apa tanyaku tentang siapa yang akan mendampingi ku nantinya masih bisa terjawab, sementara ayahnya sudah acuh dan memendam perasaan dendam yang mendalam karena aku sudah tidur pada jam pelajarannya, huh… kenapa harus mimpi pikirk.***