Kamis, 16 April 2009

PEJUANG TERLUPAKAN

“Membunuh rasa takut mereka sendiri untuk mempertahankan Sangsaka Merah Putih, Hingga semua dimulai dan berakhir pejuang-pejuang ini sudah mengorbankan canda, tawa, teman, keluarga, dan nyawa. Sampai perundingan selesai yang terdengar adalah teriakkan”

Sore ini terlihat berbeda, langit lebih merah dari biasanya, dengan udara yang tampak malas berbicara hingga lentingan jarum yang terjatuh ketanah dapat terdengar jelas. Namun disudut kota ini hanya ada Sersan Dahlan beserta beberapa prajurit perang yang tertunduk lelah ditemani sebuah senjata perang yang gagah perkasa. Seakan-akan lelahnya berkuasa penuh mengusir semangatnya yang tadi berkobar-kobar sebelum perang ini dimulai. Kibaran merah putih tersenyum sungging melihat kearahnya, Dia adalah sosok pahlawan muda yang bermodal keberanian dengan tubuh renta tanpa pengetahuan berperang. Namun dibalik kerut wajahnya tergambar jelas senyum puas saat menggenggam kemenangan dari peperangan yang berdarah ini. Walau yang tersisa hanya ia sendiri tanpa cerita teman seperjuangan, dan canda tawa mereka. Dibalik tipisnya kemenangan ini ia teteskan air mata untuk mayat-mayat yang berserakkan ditanah. Tubuh sersan Dadang yang tertembus timah panas menjadi pukulan terkeras dihari kemenangan ini. Dia adalah teman yang mengorbankan tubuhnya sebagai benteng dari ancaman perluru yang mengarah pada Sersan Dahlan.

“Namun beberapa jam sebelum semua ini terjadi adalah...”

“…merdeka atau mati…” Selalu saja jargon-jargon ini diteriakkan disegala sisi kota. Teriakkan kokoh dari seluruh pejuang-pejuang ini merupakan suatu suratan yang akan menggetarkan bulu kuduk para penjajah untuk segera angkat kaki dari bumi pertiwi ini. Dan tak pernah terlintas sedikitpun untuk mundur selangkah karena gentar melawan para penjajah, wajah-wajah polos yang dulunya tidak mengenal arti kata perang ini berubah menjadi raut muka yang antagonis untuk menghentikan keterpurukkan bangsa. Menderita dan sengsara, hanya ini kata-kata yang pantas menggambarkan keadaan nusantara saat itu. Layaknya seekor semut yang terinjak pasti akan menggit juga. Hal ini adalah perumpamaan dari sikap yang dilakukan para pejuang-pejuang ini. Merasa terinjak-injak dan terhina membuat mereka berani mengorbankan ketampanan, keluarga, bahkan nyawa untuk suatu misteri kata merdeka. Mereka adalah sersan Dahlan dan sersan Dadang diikuti ratusan pemuda-pemuda yang siap mengorbankan segalanya demi bangsa dan negara. Mengitari jalan-jalan dipinggiran kota dengan strategi yang sudah terencana dan dipersenjatai dengan keberanian. Kedua sersan ini adalah teman kecil yang selalu bersama dalam tiap waktunya. Hingga diujung perang memisahkan tapi mereka selalu berteriak “…merdeka atau mati…”

“Namun beberapa bulan sebelum semua ini terjadi adalah...”

Disudut kota balai desa berkumpul para pemuda melakukan perundingan untuk melakukan penyerangan, termasuk di dalamnya adalah Dahlan dan Dadang, keduanya memiliki pertemanan yang selalu berbagi canda tawa dalam bermain, dalam bekerja, dan dalam peperangan. Mengalir darah militer dalam tubuh mereka setelah tak tahan melihat kehormatan bangsa yang dicela. Dan Dadang selalu berkata “kurang ajar para penjajah itu, kupecahkan nanti gigi mereka”. Jangan giginya jawab dahlan, karena mereka sudah ompong semua. Selalu saja perbincangan yang dihiasi tawa, dan ini adalah suatu kebanggaan yang sangat bernilai dalam sisi pertemanan. Dahlan dan Dadang merupakan motor dalam serangan berdarah ini, Layaknya panglima-panglima perang kerajaan, Dahlan dan Dadang sangat sibuk menyusun strategi untuk serangan yang bertujuan mempertahankan martabat bangsa. Dan angkat senjata merupakan satu-satunya keputusan untuk meraih kesejahteraan sebagai kado yang sangat berharga bagi generasi bangsa selanjutnya. Sejak keputusan perang berkumandang semua pemuda ini menjadi prajurit perang yang berdarah biru. Membunuh rasa takut mereka sendiri untuk mempertahankan Sangsaka Merah Putih, Hingga semua dimulai dan berakhir pejuang-pejuang ini sudah mengorbankan canda, tawa, teman, keluarga, dan nyawa. Sampai perundingan selesai yang terdengar adalah teriakkan “…merdeka atau mati…”

“Namun beberapa tahun sebelum perundingan ini terjadi adalah...”

Tersebutlah nama Dahlan dan Dadang merupakan kuli Kontrak yang menderita sengsara di perantauannya. Berharap merubah arah kehidupan menjadi lebih baik dengan percaya pada iming-iming pemerintah kolonial yang akan mensejahterakan mereka. Namun busuknya pemikiran kaum penjajah membawa dua orang sahabat ini pada kehidupan menderita yang berkepanjangan. Dan yang tersisa hanya janji-janji kehidupan sejahtera dalam khayal disetiap tidur malam yang melelahkan karena bekerja seharian, tanpa gaji, dan kehidupan yang layak untuk menjalani hari-harinya. Dan ketidak adilan ini akhirnya mengantarkan mereka pada jalan pemikiran untuk melakukan perlawanan. Dahlan dan Dadang mengumpulkan sisa-sisa kekuatan pribumi dari segala penjuru. Membentuk angkatan perang seadanya disela-sela keterpurukkan keadaan. Namun kesamaan nasib dan latar belakang sosial membuat kekuatan besar yang benar-benar dapat mengusir para penjajah itu. Pejuang-pejuang ini dengan keberaniannya menjadi ujung tombak dari perubahan yang berpihak pada bangsa ini. Dahlan dan Dadang sangat tepat kehadirannya ditengah ketidak puasan rakyat terhadap para pemimpin-peminpin di zaman itu. Namun namanya telah pudar disaat semua menikmati nikmatnya kemerdekaan. Karena semua cerita perjuangan yang terjadi berpuluh-puluh tahun sebelumnya sekarang ini hanya tertinggal dalam benak seorang veteran yang terlupakan.

Menjadi khayalan saat menikmati pahitnya secangkir kopi depan dirumah yang tak berpekarangan. Kini ia tinggal digubuk tua bersama kebanggan perang di zamannya. Dia adalah sersan Dahlan yang tubuhnya kini renta dan berurat terbakar matahari. Sersan Dahlan juga sosok pejuang yang terasingkan di pinggir kota bersama bualan-bualan sejahtera terdahunya. Mengorbankan segalanya tanpa perhitungan balas jasa. Hanya menikmati percikkan dari kerja kerasnya. Tapi tersenyum bangga untuk semua ceritanya. Dan sekarang ditengah krisis pemerintahan yang semakin dewasa namanya hanya menjadi saksi bisu dari merah dan putih sang saka.***


design template by: warnafoto.blogspot.com