Senin, 20 April 2009

Kisah Racheli

“Sama seperti diriku yang membabi buta mengerakkan tubuh dan terus berlari. Namun kecerobohan membuat aku terpelosok pada lubang berjaring kawat ditikungan yang pertama. Merobekkan tubuh dan berlumuran darah. Rupaku menjadi tidak karuan, terasa sakit disekujur tubuh ini. Dan hanya wajah Racheli kiri yang terngiang dalam benakku”

“Agghh..hh..h..” Inilah aduanku pada pagi yang datang setelah usai mengusir malam, Dia terlihat ceria bersama kicauan burung yang bernyanyi riang tanpa nada fals sedikitpun menyambut kehadirannya. Hanya saja bagiku kedatangannya sedikit membosankan, aku masih merasa letih diatas tempat tidurku dengan bantal yang berlemak sebagai sandaran. Ugghhh… ini sangat mengganggu, namun segera kusingkirkan kenikmatan ini yang hanya mengantarku pada pembodohan dan takkan memberi hasil. Walau masih terasa dingin, ngantuk, dan lelah setelah melakukan perjalanan yang jauh semalam. Segera kugerakkan tubuhku dari tempat ini dan mempersiapkan diri untuk memulai hari ini. Maklumlah, semalam aku mengikuti lomba gerak jalan yang diadakan oleh pihak sekolah, jaraknya lumayan jauh dan berliku-liku, dan juga sangat membahayakan, karena banyak sekali bebatuan yang curam dan dalam. Tapi untung saja Racheli kiri tanpa bosan menemani dan mengingatkanku untuk selalu berhati-hati dalam perjalanan. Ia selalu tersenyum dan memberi semangat padaku walau kutau kalau ia pun sangat lelah dalam perjalanan semalam. Racheli kiri adalah yang terbaik dalam cerita tentang hidupku, dan aku sangat mencintainya, tanpanya aku bukanlah apa-apa dan tak akan berguna, karena aku yakin kalau ia tercipta hanya untukku. “Huh…” semoga kami akan selalu bersama selamanya, dan takkan kubiarkan sesuatu memisahkan cinta putih ini.

Pagi ini terlihat berbeda dengan sebelumnya, tanpa sesuatu yang berbau menyengat hidungku. Membuat aliran pernapasanku berkelahi dengan aroma-aroma tidak sedap dari kaus kaki yang berwarna coklat pudar yang kotor dan berumur. Karena sepertinya aku akan menggunakan kaus kaki putih bersih yang masih baru dan sedikit bermode. Kaus kaki ini sangat segar seperti daging-daging dipasar yang akan dijual. “hehe..” terlalu berlebihan sepertinya. Ini akan menjadi semangat yang baru di pagi yang indah dan cerah dalam perjalanan ku ke sekolah. Namun sebenarnya aku tau kalau hari ini akan sangat melelahkan karena ada jam olahraga dengan praktek lari jarak jauh. Tapi teriakku dalam hati “yooo….yoooy…yooo” karena tentunya ada perempuan putihku yang akan menemani selalu.

Selesai sarapan pagi, dengan segera aku melakukan perjalanan menuju sekolahku yang letaknya tidak jauh dari rumah. Selama perjalanan Racheli kiri bersamaku, tanyaku padanya “bagaimana kabarmu manis? Masih letih?”, dia tersenyum dan mengatakan “denganmu aku tak mengenal kata lelah”. Sepertinya cinta ini berjalan lurus dan bersih seperti perjalanan ini. Semangat 45… yehhh! Canda tawa yang menengahi perbincanganku dengannya selalu menemani perjalanan ini, hingga menciptakan ketidaksadaran kalau kami sudah tiba disekolah. Sudah banyak teman-teman yang datang ditempat ini, seperti sibuk dengan aktifitasnya masing-masing mereka berlalu lalang dan berkejar-kejaran. Aku beristirahat sejenak, dan kesejanakan itu menghantarkan pada bel sekolah yang berbunyi. Seperti materi yang sudah dipelajari mengenai kedisiplinan, maka secara beraturan semuanya masuk kekelas untuk mengikuti pelajaran disekolah hari ini. Masih terlihat wajah Racheli kiri yang selalu tersenyum manis dalam mengikuti pelajaran yang disampaikan bu guru, dan aku baru menyadari bahwa ini adalah senyum terakhir yang akan kulihat dari wajah manja gadis yang pertama kali hadir dari hidupku.

Jarum jam tampak bosan mengitari bundaran angka yang ada disekitarnya, keadan itu sama persis seperti kebosananku mengikuti pelajaran yang diberikan bu Icha, dia adalah guru bahasa inggris yang namanya sudah terdengar dijagad lingkungan sekolah sebagai guru berkarakter militer, ia dikenal sangat kejam dan tidak bersahabat. Entah mengapa selalu tersebar isu dibibir anak-anak sekolahan bahwa ia adalah orang yang kurang mendapatkan kasih sayang. Sehingga ia tak mengerti arti dari kasih sayang dan tak dapat memberikan kasih sayang tentunya buat kami semua Hal ini dikarenakan stastusnya adalah seorang perawan tua yang sudah tidak menjadi rahasia umum lagi. Kebosananku bukan tanpa alasan, aku hanya tidak pernah mengerti mengenai bahasa yang diucapkan mulai dari awal sampai usai pelajarannya. Peraturan undang-undang yang dibuat pada jam pelajarannya untuk selalu menggunakan bahasa inggris dalam situasi apapun menjadikanku makhluk asing yang tidak mengenal bangsa ini. Namun kesalku terobati oleh teriakkan bel yang dibunyikan oleh pihak sekolah sebagai kebijakan untuk menyudahai jam pelajaran pertama. Ia terlihat seperti petarung yang membasmi musuh yang ada dihadapanku saat ini, dan dengan jurus yang sudah dipelajarinya selama bertahun-tahun kekuatannya dapat mengusir bu Icha dari hadapanku. “Ha..ha..” tawa lega melepas khayal yang bodoh diotakku.

Saatnya tiba, wajah bosan dari jarum jam sudah berdiri tegak di angka 9.00 tepat. Saatnya memasuki pelajaran olah raga. Mungkin karena nilai delapan yang selalu kudapat dari pelajaran olah raga membuatku menjadi orang yang sangat trempramental dalam hal ini. Dan tentunya dengan satualasan lagi yaitu aksi kauskaki baru ini akan segera kupertontonkan dihadapan mereka. “He..he…” anak-anak sudah berkumpul dilapangan, semua berbaris rapi dengan instruksi dari pak guru yang akan memulai praktek lari jarak jauh nanti. Setelah selesai semua dibubarkan untuk mengambil pemanasan, Selalu saja sama seperti hari-hari sebelumnya. Semua menunjukkan kebolehannya masing-masing, semua tampak ricuh karena mereka meloncat dengan pendaratan yang kokoh, dan berlari ditempat dengan jurus tanpa bayangan. Tapi aku tidak mau kalah dengan semuanya aku melakukan loncatan yang anggun disertai kauskaki baru yang kugunakan.

Tak lama kemudian pluit tanda lari sudah dibunyikan, semua berlari dengan jalur yang sudah ditetapkan tadi, tanpa memikirkan hal apapun semua berlari sekencang-kencangnya dengan guna menjadi yang yang terbaik dalam parade ini. Sama seperti diriku yang membabi buta mengerakkan tubuh dan terus berlari. Namun kecerobohan membuat aku terpelosok pada lubang berjaring kawat ditikungan yang pertama. Merobekkan tubuhku dan berlumuran darah. Rupaku menjadi tidak karuan, terasa sakit disekujur tubuh ini. Dan hanya wajah Racheli kiri yang terngiang dalam benakku. Terlihat wajah iba nya melihat keadaanku, sekarang aku terlihat bodoh dengan kauskaki berwarna putih yang berlumuran darah. Segera aku dilepaskan dari kauskaki itu, aku sudah robek dan kotor hingga terlihat sangat tidak berguna, dicampakkan dan terbuang jauh bersama tumpukkan sampah kotor tempat ku menguburkan cinta ku dan dirinya. Kesalku terpisah jauh dari Racheli kiri. aku adalah Racheli kanan, sepatu kain yang lemah dan berbau busuk saat ini. Tubuhku yang terluka mewakili perasaan ini yang hancur bersama luka yang membeku karena jauh dari sisinya. Namun semoga Racheli mengerti bahwa cintaku takkan mati di tempat sampah ini. Selalu ada dalam penantian disetiap persimpangan yang selalu kami lewati bersama. Dan ini hanya serpihan hati dari perasaan sepatu butut yang merasa tersakiti karena cintanya terhenti di jalan yang buntu.***


design template by: warnafoto.blogspot.com