Senin, 20 April 2009

Dibalik Pelangi

"Seperti ketakutan yang lebih ia takutkan dari sebelumnya membuat khayalnya terbang sesaat ketika ia melakukan perjalanan pulang tadi. Seorang ibu yang merelakan laparnya hilang hanya dengan melihat wajahnya telah disakiti dengan perbuatan yang tak seharusnya. Sekarang hanya tinggal Chika bersama kekecewaan dan rasa angkuhnya yang sudah beku ditelan pahitnya keadaan"

Namanya Chika, tubuhnya mungil dengan lapisan kulit yang putih bersih, Hidup ditengah-tengah keluarga yang serba ada, mewah, dan disayangi telah menempah dirinya menjadi orang yang angkuh dan manja. Namun tak hanya itu, ia juga dikenal tinggi hati, hal ini disebabkan karena hatinya yang sudah diselimuti harta sejak kecil, sehingga ia tidak pernah merasakan kedinginan karena lapar dan lelahnya menjalani kehidupan untuk memenuhi lautan sejengkal, ntah dari mana ia belajar mengenai paham anti orang miskin, yang selalu dipegang dan sangat dipedomaninya. Baginya kotor dan bau adalah musuh abadi yang bisa menyengsarakannya. Sekalipun demikian, segala sifat negative yang ada pada dirinya tidaklah menjadikannya seorang yang tenggelam dalam buaian-buaian istilah buruk, karena ketakutannya terhadap hal-hal yang dapat menyengsarakannya itu menjadikan ia seseorang yang giat belajar dan pintar , ada anggapan dalam dirnya dengan cara tersebut ia dapat memerangi musuh abadinya itu.

Disiang yang hening dengan terang dari panas matahari semua berlaku seperti biasanya, terlihat beberapa orang pemulung tertawa bahagia dengan barang bekas yang ditinting dipundaknya masing-masing, sehingga hal ini menambah berat langkah mereka menyusuri jalan-jalan dipinggiran kota. Wajah puas dengan simbol kekayaan sebuah karung yang akan habis untuk sekali makan hari ini tak dapat mereka tutupi diantara lalulalang debu yang menari. Kecuali satu orang pemulung wanita paruh baya yang tidak menyibukkan dirinya dengan pencarian barang bekas dipersimpangan jalan tersebut. Seperti kehilangan sesuatu, wajahnya tampak sama dengan hari-hari sebelumnya. Dirinya hanya menyisiri setiap orang yang berlalu-lalang ditempat itu, ada raut wajah yang lebih berharga dari sekedar mencari makanan untuk hari ini. Mengorbankan detik waktunya untuk pekerjan yang tidak terpikir hasilnya. Namun sampai lelah mengusai keadan hanya wajah kecewa yang didapatnya karena tidak menemukan apa yang di cari. Hingga esok harinya ia masih juga melakukan hal yang sama, menyisiri raut muka ditempat yang sama dan keadaan yang sama, hanya awan yang sedikit malas memberi ruang untuk untuk sinar matahari yang dari tadi sibuk ingin menyentuh bumi. Langit sedikit gelap, namun hal itu yang sepertinya berlawanan dengan wajah perempuan tua ini yang bisa tersenyum sesaat. Benar saja, Hanya sepercik senyuman yang tergambar jelas diwajahnya setelah melihat Chika berjalan acuh menghampiri tempat itu, ini adalah jalan yang biasa ia lewati dalam perjalanannya menuju kekampus. Untuk suatu keadaan sekejap mata yang tidak terpahami ini, perempuan tersebut merelakan berdiri di persimpangan itu melawan perjalanan waktu yang terus berputar. Masih menjadi khayal yang memilukan antara Chika dan pemulung itu, seperti kubangan lumpur dengan sebuah mata air. Namun semua sudah berlalu dan sampai Chika menyentuhkan kakinya diareal kampus, perempuan itu sudah berlalu jauh.

Sikap seorang Chika yang terlebur dalam prinsip hidup kemewahan sangat menjulang tinggi namanya dikampus sebagai orang yang arogan. Berteman dengan seseorang teman saja karena latar belakang sosial mereka yang sama dan berkemewahan seimbang membuatnya seperti putri dingin tanpa warna. Ditambah lagi karena ia dilengkapi kepintaran yang juga mencolok hal ini sangat menyempurnakan seorang Chika. Keheningan suasana kampus saat belajar adalah kesukaannya, sampai pembelajaran kampus usai masih saja wajah keseriusan yang terlukis diwajahnya. Dan ia disadarkan oleh ricuhnya ruang kelas seperti irama tanpa nada yang menyuarakan kegirangan setelah perkuliahan usai. Rasa puas Chika setelah mengantongi segenggam ilmu siap mengantarkan ia pulang berkumpul kembali bersama kedua orangtuanya. Sangat pantas menyebutnya sebagai seorang yang unggul karena semua kategori kehidupan layak ada pada diri Chika. Hanya saja hal ini ternodai oleh sikap angkuh Chika. Namun inilah Chika perempuan beratap putih bersih dengan lantai yang kotor.

Setelah semua perkuliahan usai seluruh pelajar dikampus ini membubarkan diri mereka, Termasuk diantaranya adalah Chika yang asik berjalan sambil bercakap-cakap bersama seorang temannya tadi. Ruangan itu sejenak menjadi sepi, Chika sudah berjalan keluar areal kampus untuk segera menuju rumahnya. Namun ada yang sama ketika ia datang sampai ia pulang dipersimpanagn itu. Seorang pemulung permpuan paruh baya itu masih berdiri di tempat yang sama. Tatapan mata Chika yang tajam kearah perempuan itu berbalas menjadi respon senyum dari pemulung dekil kearah Chika. Namun hal ini yang menjadi dasar ketakutannya, hingga tatapan mata mereka berdua yang bertemu disatu titik menjadikan Chika berjalan dengan tidak memperhatikan jalannya. Dan karena kecerobohan yang menerkam Chika, membuatnya terperosok kedalam selokkan. Dalam sekejap rasa takut perempuan angkuh itu berubah menjadi kemarahan yang tak terkendali. Wanita kumuh tersebut dengan rasa ibanya mendekati Chika dan menjulurkan tangannya untuk menolong Chika. Namun apa yang didapatnya, pemulung itu menjadi sasaran kemarahan Chika karena ia dianggap sebagai penyebab celaka yang didapatnya. Kemarahan Chika tak terkendali, segala hujatan serta makian ia lontarkan kearahnya. Hingga perkataan yang sangat menyakiti perempuan itu membuatnya terpaku dengan hati yang terluka, sapaan senyum yang biasa ia lontarkan kearah Chika ia perbuat hanya untuk mendapatkan balas senyum dari Chika. Namun saat ini apa yang didapatnaya, perasaan bersalah dengan luka mendalam sebagai seseorang yang bernaluri keibuan membuatnya segera pergi meninggalkan tempat itu. Hanya isak tangis diwajahnya yang mengantarkan kepergian pemulung ini untuk pergi menjauh dan tak akan kembali ketempat tersebut.

Sampai di peraduannya dengan keadaan kotor dan bau membuat wajah Chika kesal saat tiba dirumah. Rasa kesal itu semakin mendalam karena ditambah dengan warna pertengkaran yang tidak biasanya terjadi dirumah Chika. Pertengkaran antara kedua orangtuanya tidak pernah ia duga, Hal ini membuatnya Spontan terkejut, karena pertengkaran yang terjadi itu disebabkan oleh kedua orangtuanya saling menyalahkan karena sampai saat ini tidak memiliki keturunan. Hati Chika luluh lantak ketika mendengar ucapan ibunya yang mengatakan kalau Chika adalah anak seorang pemulung yang diangkat oleh mereka. Seperti ketakutan yang lebih ia takutkan dari sebelumnya membuat khayalnya terbang sesaat ketika ia melakukan perjalanan pulang tadi. Seorang ibu yang merelakan laparnya hilang hanya dengan melihat wajahnya telah disakiti dengan perbuatan yang tak seharusnya. Sekarang hanya tinggal Chika bersama kekecewaan dan rasa angkuhnya yang sudah beku ditelan pahitnya keadaan. Dengan harapan dapat merubah semuanya menjadikan ia seorang pemurung yang lelah dengan kesalahan.***


design template by: warnafoto.blogspot.com